Axiata Cup 2014 telah usai. Indonesia yang kalah oleh Thailand pun harus puas dengan status runner-up.

Evaluasi perlu segera dilakukan, terutama di sektor Tunggal Putra dan Tunggal Putri yang gagal memberikan poin untuk membantu Ganda selanjutnya. Terlepas dari Tommy yang memang di siang hari telah bertanding di turnamen lainnya, penampilan Tommy setahun belakangan memang perlu dievaluasi setelah tidak mampu memenangi apapun tahun ini.
Kondisi Tunggal Putra pasca pensiunnya Taufik Hidayat memang memprihatinkan. Tommy hanya menjadi satu-satunya andalan di atas inkonsistensinya Sonny Dwi Kuncoro, cederanya Simon Santoso, serta menurunnya performa Hayom Rumbaka.
Sudah saatnya PBSI berbenah. Nama-nama yang digadang-gadang jadi calon bintang Indonesia masa depan seperti Anthony Ginting, Jonathan Cristie dan Ihsan Maulana sudah saatnya dimatangkan. Secara khusus, PBSI patut diapresiasi setelah berani memanggil para pemain muda, terutama Anthony Ginting, untuk ikut serta dalam Axiata Cup. Anthony yang diberi kesempatan pun mampu membalas kesempatan tersebut setelah menang melawan Boonsak Ponsana di babak kualifikasi melawan Thailand (3/12).
Tidak hanya Anthony Ginting, Jonathan Cristie yang tidak ikut Axiata Cup pun digadang-gadang menjadi penerus Hariyanto Arbie karena memiliki smash yang kuat, dan footwork ringan yang membuatnya sangat lincah. Ihsan Maulana pun tidak ketinggalan. Remaja berusia 18 tahun ini pun dinilai memiliki potensi untuk menjadi besar. Memegang medali perunggu di kejuaraan junior 2013 dinilai telah menjadi modal cukup untuk ikut bersaing dengan unggulan-unggulan dunia.
Namun, bakat-bakat tersebut bisa saja berakhir seperti Simon Santoso atau Sonny Dwi Kuncoro yang dahulu digadang-gadang jadi penerus Taufik Hidayat. Dengan usia yang masih sangat muda, ini sudah waktunya bagi PBSI untuk lebih berani memainkan mereka di turnamen sekelas IC, IS, atau GP dan sesekali GPG, biarkan mereka menimba pengalaman dan mencari karakter permainan mereka sendiri.
Namun, bagaimana jika PBSI, yang sepertinya sedang terburu-buru untuk mengorbitkan mereka agar lebih siap di Olimpiade, langsung memasang mereka di turnamen selevel superseries yang notabene memiliki iklim kompetisi lebih keras dan kompetitor kelas atas? Memang kurang bijak jika langsung memasang mereka di turnamen kelas atas, karena bisa menjadi bumerang jika mental belum siap.
Namun, menarik ditunggu, jalan mana yang akan dipilih oleh PBSI? jalan yang mulus atau yang bisa beresiko ‘bunuh diri’?