Tahun 2014 merupakan tahunnya travelling. Di penghujung tahun, tepatnya di bulan November 2014, catatan perjalanan gue bertambah lagi. Dimulai dari bulan Mei ke Gede, Agustus Papandayan & Dieng, September balik lagi ke Gede via Selabintana, Oktober Burangrang, dan November ke Cikuray. Capek, lelah, namun bermakna.
Pada tanggal 28 & 29 November 2014, gue melakukan perjalanan ke Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Sebuah perjalanan yang tidak direncanakan. Awalnya gue mau berangkat tanggal 25 Desember 2015 dengan menggunakan jasa travel. Namun apa ayal, tiket kereta untuk tanggal tersebut sudah ludes terjual. Bahkan sang travel pun nyerah, tiket kereta tidak bisa mereka dapat dan gue pun urung berangkat.
Angin ternyata tetap membawa gue ke Merbabu. Di satu pembicaraan santai saat jam kantor, tercetus ide dari temen gue untuk berangkat kesana. Susun menyusun rencana, Chuntel dan Wekas menjadi jalur pilihan kita untuk sampai ke Khenteng Songo, puncak tertinggi Merbabu (3.145 mdpl). Cari mencari tiket, akhirnya kita sepakat berangkat pada hari Kamis, 27 November 2014 dan pulang hari Sabtu, 29 November 2014 dengan menggunakan kereta kelas ekonomi. Murah meriah, gampang disiksa.
***
Hari-H keberangkatan, keraguan timbul dan peserta berkurang satu. Rencana awal kita mau berangkat berempat, namun apa lacur, ada 1 orang yang mendadak punya urusan pribadi. Terlebih lagi, hanya dia lah yang paham cara mengarungi gunung Merbabu via jalur Chuntel.
Rencana perjalanan langsung kita ubah. Mengingat jalur Chuntel cukup panjang dan berliku, sedangkan waktu perjalanan yang tersedia cukup sempit. Kemudian kita sepakat bahwa perjalanan kali kita hanya melaju melalui jalur Wekas saja. Jalur yang paling singkat diantara kedua jalur lainnya, Selo dan Chuntel. Jumlah pesertanya pun berkurang dari empat menjadi tiga.
Tepat pukul 21.59 kereta Bogowonto yang kita tumpangi berangkat. Tas carrier sudah rapi ditaruh di kompartmen atas. Di depan gue ada serombongan laki-laki yang bercanda ribut, heboh, dan memusatkan olok-olok ke seseorang di depan gue. Seorang lelaki gemuk berkacamata yang memegang tiga gadget. Satu di tangan kanan, satu di tangan kiri, dan satu lagi diparkir di atas perutnya yang angkuh membusung. Kupingnya tersumpal rapat oleh earphone putih yang seakan menempel permanen di sana. Untuk dia, dunia seakan hanya sebesar 4 inch saja. Matanya tak pernah lepas dari layar plastik itu, terhipnotis oleh cahaya dan warna yang menyalak riang.
“Oi gendut!” teriak teman-temannya. Namun dia tetap bergeming.
Tak sabar, salah seorang temannya datang dan mencopot salah satu earphone di kupingnya.
“Yaelah! Di kereta masih aja nonton bokep lo!” teriak dia ke mas gemuk itu.
Edan. Lama perjalanan kereta dari Pasar Senen – Lempuyangan kurang lebih 8 jam. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi di perjalanan sehingga dunia dan akhirat hanya dipisahkan oleh tangan terampil masinis. Pada saat seperti ini, seharusnya mas gemuk bermunajat ke Allah SWT dan memohon keselamatan perjalanan. Eh, malah nge-bokep. Mau memohon keselamatan ke Miyabi?
Seberkas benda hijau tiba-tiba bergerak dari atas kepala mas gemuk. Secepat peluru, benda tersebut bergerak mengikuti gravitasi. Benda itu, tak lain dan tak bukan, adalah carrier gue. Sebelum naik, sebenarnya gue sudah mengikat carrier tersebut di besi-besi kompartmen agar tidak jatuh ke bawah. Namun apa yang terjadi sungguh diluar dugaan.
Carrier memang tidak jatuh kebawah akibat ikatan tersebut, namun dia malah berayun. Lebih tepatnya berayun ke kepala mas gemuk yang sedang nonton bokep. Bunyi benturan keras menyeruak ke koridor kereta, hasil gesekan antara tas carrier dan pipi mas gemuk. Tas carrier yang isinya; 2 matras, 1 sleeping bag, 1 kamera, 1 gelas besi, 1 botol spirtus, 1 kompor, 2 panci, 3 baju, 1 scarf, 1 jaket, Astor, Sari Madu, dan Coki Coki dengan mesra menimpa pipi mas gemuk. Sunguh, kejadian ini sungguh pantas masuk headline majalah Hidayah : Kepala Seorang Pemuda Ditampar Tas Carrier 38L Karena Nonton Bokep di Kereta.
***
Hari Jumat, 28 November 2014 pukul 06.15 kita sampai di Lempuyangan. Sekitar 07.00 kita sudah bergerak dari stasiun dengan menggunakan mobil charteran, langsung menuju basecamp Wekas di Magelang.
Pukul 09.00 kita sampai di basecamp Wekas. Namun tepat setelah kita selesai packing ulang barang-barang, hujan turun sederas-derasnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 dan seharusnya pendakian sudah dimulai.
Keadaan udara sangat dingin dan air hujan terlihat seperti bisa menembus pori-pori kulit. Terpaksa pendakian kita tunda sampai hujan mereda.
Ada sebuah kejadian unik pada saat kita menunggu hujan. Pukul 11.45, muadzin mengumandangkan Adzan Dzuhur melalui TOA mesjid yang terletak tepat di depan basecamp. Hujan secara ajaib berhenti saat Adzan berkumandang dan langit berangsur cerah. Mengingat ada kewajiban untuk Sholat Jum’at, kita tetap tidak melanjutkan pendakian, walaupun langit terlihat sangat cerah dan menggoda.
Setelah sholat Jum’at, saat kita sudah selesai pakai sepatu dan memanggul tas masing-masing, hujan deras kembali turun. Walhasil pendakian kembali tertunda. Ternyata alam sekedar mengingatkan kita agar tidak melalaikan sholat Jum’at. Sebuah ajakan halus.
Pukul 13.00, hujan deras berangsur menjadi rintik. Setelah memastikan sejenak, akhirnya kita memutuskan untuk memulai pendakian saat rintik hujan semakin halus.
Plang: Puncak 5 Km (JANGAN PERCAYA!) menjadi gapura selamat datang kami ke puncak Merbabu. Jalur awal pendakian adalah jalan desa yang sudah dilapis conblok dengan kemiringan yang cukup signifikan. Seketika gue langsung ngos-ngosan, tanda badan ngomel dan protes. Mereka seakan berkata, “Untuk apa capek-capek mendaki saat dirumah tersedia springbed empuk dan segelas coklat hangat?”
Bodo amat.
Perjalanan sempat terhenti di sebuah…bersambung ke Bertamu ke Merbabu (Part 2)
Penulis: Mirzal Dharmaputra
Diambil dari blog pribadi atas izin sang penulis, mirzaldputra.blogspot.com