Dunia sepakbola kembali berduka.
Bak seorang yang mengaku beragama namun tak mengenal nabinya. Begitulah jika seorang penganut agama sepak bola dengan sekte Real Madrid tidak mengetahui nama Alfredo Di Stefano. Pada Senin (7/7), waktu setempat pria kelahiran Buenos Aires 88 tahun silam itu menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Gregorio Maranon dikarenakan serangan jantung. Semasa karirnya sebagai pemain, pria yang mendapat julukan la saeta rubia atau panah pirang ini pernah membela lima klub di Argentina, Kolombia, dan Spanyol.
Di level klub, puncak karir Di Stefano terjadi ketika membela panji Real Madrid pada kurun 1953-1964. Dalam kiprahnya selama 11 tahun tersebut, berbagai gelar pribadi maupun klub berhasil diraihnya. Di musim pertamanya bersama Los Blancos dia turut andil membawa pulang gelar juara liga Spanyol yang menghilang selama 21 tahun. Tercatat selama berseragam Los Blancos, delapan gelar juara Liga Spanyol berhasil dia persembahkan.
Masih dengan klub yang sama, Di Stefano menorehkan prestasi fenomenal dengan memenangi lima kali berturut-turut Piala Champions (sekarang Liga Champions) pada 1955-1960. Selama kariernya di Madrid, pria bertinggi badan 178 cm ini berposisi sebagai seorang striker dengan torehan 246 gol dalam 302 pertandingan. Catatan gol tersebut menjadikan Di Stefano menjadi pencetak gol kedua terbanyak sepanjang masa bagi Madrid, yang torehannya hanya kalah dari Raul Gonzales dengan 307 gol. Berkat berbagai prestasi yang dia raih bersama Madrid, pada tahun 1957 dan 1959 Di Stefano mendapatkan gelar pemain terbaik Eropa yang dulu bernama Ballon d’Or.
Kesuksesan di level klub tidak diikuti dengan kesuksesan di level tim nasional. Di stefeno tercatat sebagai satu-satunya pemain yang pernah membela tiga negara pada level senior tetapi belum pernah sekalipun mencicipi gelaran turnamen akbar sepak bola dunia, World Cup. Tiga negara yang pernah dibela Di Stefano adalah Argentina, Spanyol dan Kolombia.
Fakta menarik dari Di Stefano adalah ketika Madrid hendak mengontraknya dari River Plate pada tahun 1953. Transfer tersebut sangat kontroversial dan merupakan salah satu pemicu ‘kerasnya’ El Clásico. Sebuah kontrak janggal dilakukan ketika Di Stefano menandatangani proposal kedua klub sekaligus. Ia akan bermain dua musim untuk Real Madrid (yang menghubungi lebih awal) dan dua musim untuk Barcelona. Namun, setelah melihat debut pertamanya di Madrid, Barca setuju untuk melepaskan Di Stefano secara permanen. Hal ini masih menjadi perdebatan: Pertama, bahwa Barcelona melihat penampilan Di Stefano yang kurang menjanjikan dalam debutnya. Kedua, ada indikasi bahwa Barcelona ditekan oleh diktator Jenderal Franco yang pro-Madrid, yang mengancam akan memberlakukan larangan untuk pemain asing bermain di Liga Spanyol.
Selama karirnya sebagi pemain, Di Stefano dikenal memiliki stamina yang kuat dan fleksibilitas yang luar biasa serta visi bermain yang taktis. Meskipun ia sering disebut sebagai striker, Di Stefano kerap dimainkan baik sebagai bek maupun gelandang. Pada usia 40 tahun Di Stefano memutuskan gantung sepatu dengan torehan 20 trofi serta 526 gol dari 606 pertandingan yang dihasilkan dari membela lima klub yang berbeda. Setelah pensiun, Di Stefano tetap mengabdikan dirinya di dunia sepak bola dengan menapaki karir sebagai pelatih. Sebagai pelatih, Di Stefano pernah melatih delapan klub berbeda dalam kurun 24 tahun. Pada usia 64 tahun Di Stefano memutuskan untuk pensiun sebagai pelatih dan kemudian diangkat menjadi Presiden Kehormatan Real Madrid. Kini Alfredo Di Stefano telah tutup usia, namun namanya akan selalu dikenang bukan hanya oleh para Madridista, namun seluruh pecinta sepak bola.
Descanse en Paz, Di Stefano
Penulis: Nur Mahfudh @nurmahfudh