Sang juara bertahan akhirnya mengepak koper lebih awal.
Kejutan kembali hadir dalam gelaran Piala Dunia. Spanyol yang digadang-gadang sebagai favorit juara harus tertunduk lesu kala dihantam Chili 2-0 (19/6). Spanyol yang diwajibkan mendapat raihan tiga poin guna menghidupkasn asa lolos ke fase berikutnya malah mendapati muka negaranya tercoreng arang hitam. Iker Casillas dkk. dianggap bertanggung jawab atas segala petaka yang menimpa Spanyol.
Spanyol dengan hegemoninya selama bertahun-tahun harus tersingkir lebih awal. Parahnya, anak asuh Del Bosque tersebut belum sekalipun mengemas kemenangan dengan berbagai rentetan catatan memalukan. Hanya mencetak satu gol—itupun dari titik putih—merupakan sebuah aib bagi sebuah negara sekelas La Roja. Catatan impresif negatif juga menjadi cela lainnya, kemasukan tujuh gol hanya dalam kurun waktu dua pertandingan. Coba kita sedikit melihat kebelakang dan membandingkan dengan Piala Dunia 2010, Spanyol hanya kemasukan dua gol saja sepanjang turnamen. Tidak berhenti sampai di situ, Spanyol juga menjadi tim pertama sebagai juara bertahan yang tersingkir di fase grup dengan menyisahkan satu pertandingan. Anomali aneh dari sebuah juara bertahan.
Berikut adalah alasan Spanyo tersingkir:
Belanda akhirnya mampu menuntaskan dendamnya kepada negara sepakbola tiki-taka. Secara mengejutkan, Belanda mampu memaksa Casillas memungut bola sebanyak lima kali dari dalam gawangnya dan hanya mengizinkan kemasukan satu gol saja, itupun dari titik penalti. Kekalahan telak ini tentunya menghantam mentalitas para pemain generasi emas yang belum pernah sekalipun di tampar dengan begitu banyak gol. Spanyol terlihat sangat frustasi dengan perlakuan Robben cs. yang tidak memberi ampun dengan pressing ketatnya. Selain itu, Sundulan Robin van Persie menjadi kunci yang turut berperan dalam penghancuran mental Spanyol. Gol indah dari seorang The Flying Dutchman menjadi titik runtuhnya Spanyol.
Masa keemasan tiki-taka sepertinya sudah tidak ditakuti lagi. Filosofi yang pernah di bawa Pep Guardiola semasa mengarsiteki Barcelona di bawa ke timnas Spanyol mengingat banyak perwakilan Barcelona yang menjadi nyawa La Roja.
Tiki-taka yang tidak berkembang dan cenderung stagnan dari pertama kali kemunculannya tidak mampu mengimbangi kedinamisan sepakbola modern dengan berbagai kerumitan taktik di dalmnya. Pressing ketat menjadi mimpi buruk dari sebuah tim yang menerapkan filosofi permainan ini. Dengan melakukan pressing dari lini depan, berarti tidak mengizinkan bola bergulir lebih dari setengah lapangan. Pressing ketat juga merupakan mala petaka yang sewaktu-waktu dapat terjadi karena menyebabkan pemain lawan keilangan bola dan menghasilkan sebuah serangan balik secara tiba-tiba.
Mungkin para pemain Spanyol sudah kenyang akan gelar. Mentalitas seperti ini menyebabkan tidak adanya motivasi berlebih untunk memenangi sebuah turnamen yang pernah dimenangi. Benar saja, Del Bosque membawa 16 pemain yang sama dari edisi Piala Dunia sebelumnya. Para pemain tersebut juga mayoritas menjadi pilihan utama dari Del Bosque. Pemain baru hanyala pelengkap dan juga pemanis formalitas. Alonso juga mengamini pernyataan ini, “Ini jelas sangat menyedihkan. Kami tidak siap secara mental menghadapi kompetisi ini, padahal kami tiba dalam kondisi fisik yang bagus,” tutur Alonso seperti dikutip DetikSports dari Football Espana.
Kemunduran kualitas dari sosok seorang Casillas pertama kali tercium oleh Jose Mourinho semasa mengarsiteki Real Madrid. Dengan berani, Mou menyingkirkan Casillas dari skuat utama Madrid. Hal ini memancing reaksi keras dari para pendukung. Tapi tetap saja Mou cuek sehingga mengantarkannya ke pintu keluar Bernabeu.
Kejelian Mou benar adanya, walaupun mampu mengantar Madrid hingga final Liga Champions, tapi pada akhirnya Casillas membuat sebuah blunder yang harus dibayar rekan-rekan setimnya. Beruntung Madird mampu membalikan keadaan, kalau tidak, Casillas pasti akan menjadi pesakitan.
Penampilan buruk dan blunder yang ada ternyata tetap dilestarikan Casillas hingga timnas Spanyol. Masih ingat keseluruhan gol Van Persie dimana Casillas turut andil di dalamnya? Atau gol Arjen Robben yang seolah-olah membuat seorang Legenda Spanyol terlihat bodoh? Pun di pertandingan melawan Chili, Casillas tidak mampu berbuat banyak untuk menyelamatkan timnya.
Terlihat jelas jika Spanyol sangat merindukan sosok pemimpin pemain belakang seperti Carles Puyol. Kehilangan wakil kapten sekelas Puyol menyebabkan Del Bosque menduetkan pemain yang sama-sama tidak bisa memberi rasa aman terhadap sesama. Sergio Ramos dan Gerard Pique terliat sangat tidak padu dan tidak memiliki harmonisasi jika di duetkan. Keduanya terlihat bingung dan seiring out of position. Begitu juga mereka tidak mempunyai kecepatan yang cukup untuk menutup serangan lawan. Keseluruhan gol Robben merupakan bukti nyata lambatnya para bek Spanyol ini menutup pergerakan lawan. Ramos dan Pique sering kecolongan karena merasa sudah saling meng-cover satu sama lain, padahal kenyataan berkata sebaliknya.
Selamat menjalani pertandingan formalitas yang terakhir di Piala Dunia 2014, Spanyol. Selamat melihat juara baru lahir di tanah Samba.
Penulis: Abiyoga Anantya @abiyog_a