aefanas

#SpectacularTen 10 Film Indonesia Terbaik 2016 (Bagian 1)

A Copy of My Mind, Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, Cek Toko Sebelah, SpectacularTen, Surat dari Praha, The Professional

a filmindo

Ucapkan dadah kepada tahun yang penuh dengan kegembiraan bagi dunia perfilman Indonesia.

Ini adalah tahun di mana akhirnya kita bisa dibuat senyum-senyum dengan sangat beragamnya penerjemahan gagasan ke layar lebar sekaligus melihat antusiasme penonton film produksi nasional yang sangat baik. Kualitas dan kuantitas berjalan cukup serasi tahun ini.

Di 2016 pula kita bisa menyaksikan betapa masifnya usaha-usaha yang dilakukan oleh para filmmaker untuk mengangkat isu-isu serius demi meningkatkan kesadaran di masyarakat. Kita dipandu dengan baik tentang pluralisme, hingga permasalahan sosial-politik yang masih menghantui bangsa ini. Film menjadi katalisator untuk penyusupan gagasan-gagasan tersebut.

Agaknya kita semua sudah tidak sabar menanti bagaimana kelanjutan euforia film Indonesia di 2017. Daftar penerima label terbaik sudah dibuat, rentang periodenya antara 30 Desember 2015 hingga 30 Desember 2016.

Tanpa perlu berpanjang-lebar, berikut tersapa bekerjasama dengan ngepop sajikan daftar film Indonesia terbaik #SpectacularTen 2016!

10 id tersapacom

10. Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara (baca review)

Dari sisi substansi, kita mesti memuji bagaimana Jujur Prananto “sengaja” meluberkan berbagai realita di naskah Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara.

Dengan posisi Indonesia seperti sekarang ini (2016), berbagai fragmennya adalah wujud kegelisahan yang bisa dialami dan diamini oleh semua orang. Sentimen buruk lahir karena salah paham, salah informasi (seperti yang dialami Lordis Defam diperankan Dionisius Rivaldo Moruk), dan minimnya kesadaran bersosial.

Layaknya karakter Aisyah, ini bukanlah film yang sempurna. Kalau sempurna, pasti film ini bisa menaruh product placement dengan lebih baik, bisa membangun jembatan plot yang utuh, bisa memberikan konklusi yang tidak se-lite ini. Namun, Aisyah melalui akting natural Laudya Cynthia Bella adalah sosok yang mau menjalani dan hidup menerima sekaligus belajar dari keadaan sekitar. Di beberapa bagian (baik sebagai film maupun untuk sosok Aisyah), melakukan kesalahan itu wajar.

Secara holistik kita seperti tidak sedang menonton film, melainkan melihat manusia-manusia nyata beserta kemungkinan-kemungkinan riil di sekelilingnya. 7.8/10

09 id tersapacom

09. The Professional

Film model heist itu formulaik. Tidak berarti gampang dibikin, malahan potensi cacat logikanya lebih riskan. Substansi The Professional tampil menyenangkan dan mengesankan terlepas dari keterbatasan-keterbatasan teknikalnya.

Kita bisa saja mencoba-coba mencari celah untuk mencela The Professional. Misalnya tentang aspek teknis adegan aksi yang masih malu-malu, inkonsistensi kualitas visual, hingga berbagai “ciri khas” film sejenis produksi luar yang ditiru di sini. Meskipun aspek kebaruan cukup absen, satu hal yang tidak bisa kita bantah adalah naskah The Professional rapi. Penerjemahan naskah yang rapi akan menghasilkan film bagus. 8/10

08 id tersapacom

08. Surat dari Praha (baca review)

Surat dari Praha memiliki komposisi penceritaan yang lumayan kompleks apabila dibandingkan dengan film-film Indonesia lainnya. Apabila diumpamakan sebagai sebuah akar, film ini bukanlah akar tunggang, melainkan serabut. Isunya beranak pinak. Ada banyak hal yang coba dikaitkan. Ada yang berhasil, namun tidak sedikit yang justru keteteran. Di satu titik, saya menganggap bahwa tema besar film ini adalah kerinduan–kerinduan pada banyak hal. Pas nih, pemilihan Angga Dwimas Sasongko sebagai sutradara.

Surat dari Praha adalah sebuah “surat cinta” untuk Indonesia. Untuk seluruh elemen bangsa. Pengingat dan teguran halus tentang keberadaan para mantan warga negara–eksil–yang terpaksa harus menerima nasib semenyakitkan itu hanya gara-gara kepentingan politik–lebih miris lagi, jumlahnya sangatlah banyak. 8/10

07 id tersapacom

07. Cek Toko Sebelah (baca review)

Melalui pengisahan paralel, Ernest seakan bereksperimen di Cek Toko Sebelah (CTS).

Jelas ini pilihan yang riskan. Apalagi bayang-bayang terbesarnya adalah karya sebelumnya yang bisa dikatakan memiliki kualitas superior beralur seri teratur. Di awal saya optimis karena tahu orang-orang di balik mulusnya naskah Ngenest kembali di sini, terutama Jenny Jusuf sebagai konsultan naskah.

Pada satu bagian, CTS memang masih berhasil membawa nafas segar nan menyenangkan (humornya masih juara), tetapi di bagian lain kegugupan sebab saking banyaknya variabel yang ingin dimasukkan ke dalam set cerita tidak bisa ditutup-tutupi. 8/10

06 id tersapacom

06. A Copy of My Mind (baca review)

Entah sengaja atau tidak, sejak awal durasi hingga credit akhir keluar saya merasakan kekhasan pengisahan a la Alejando G Inarritu (sebelum The Revenant dan Birdman) di A Copy of My Mind. Apalagi ketika saya tarik ke belakang, filmografi Joko Anwar belum pernah ada yang semacam ini. Apabila memang ada influence dari karya Inarritu, ini adalah hal positif.

Saya sadar betul bahwa model pengisahan paralel semacam ini bukanlah hal yang mudah untuk diramu. Berangkat dari titik ini, saya sangat mengapresiasi naskahnya. Ditambah, Joko Anwar menjadikan politik yang menyakitkan sebagai payung besarnya. Seting linier suasana Pilpres 2014 dijadikan background utama. Fasenya benar-benar menjadi natural dan intens.

Meski memiliki bridging yang cukup panjang, A Copy of My Mind tetap sebuah capaian besar kejujuran seorang Joko Anwar. 8/10

ters id tersapacom

Latest articles